CARA “GILA”
DAN CARA ‘TIDAK GILA” MENJADI PENGUSAHA
10
Jurus Terlarang (Kok Masih Mau Bisnis Cara Biasa?)
Untuk maju dalam bisnis atau kegiatan apa pun, tidak jarang kita membutuhkan ide-ide sekaligus tindakan ‘gila.’ Kegilaan yang lepas dari standar baku sebuah proses usaha. Tak jarang kemajuan diperoleh dari cara-cara yang tidak biasa. Nah, dalam bukunya berjudul 10 Jurus Terlarang (Kok Masih Mau Bisnis Cara Biasa?), Ippho Santosa mengajak para pebisnis berani mengeksplorasi jalan-jalan bisnis alternatif yang tidak monoton alias biasa-biasa saja.10 jurus yang Ippho tawarkan dalam buku ini menjadi semacam reminder bagi mereka yang mau dan sedang menjalani bisnis. Dengan cara bertutur yang sangat personal, bahasa yang renyah dibaca, nukilan-nukilan para maestro bisnis, Ippho menyajikan satu bacaan yang enak sekaligus kental gizinya. Banyak orang berbisnis dengan berbekal ragam teori. Tapi, tanpa kreativitas dari pebisnis, bisnisnya tidak bakal berkembang. Apalagi dunia kontemporer menyuguhkan kejutan-kejutan baru dan ketidakpastian. Oleh karenanya, diperlukan inovasi, kreativitas, dan terobosan-terobosan baru dalam memutar roda bisnis bila tidak ingin bisnisnya berakhir dengan kehancuran atau pailit.
Untuk maju dalam bisnis atau kegiatan apa pun, tidak jarang kita membutuhkan ide-ide sekaligus tindakan ‘gila.’ Kegilaan yang lepas dari standar baku sebuah proses usaha. Tak jarang kemajuan diperoleh dari cara-cara yang tidak biasa. Nah, dalam bukunya berjudul 10 Jurus Terlarang (Kok Masih Mau Bisnis Cara Biasa?), Ippho Santosa mengajak para pebisnis berani mengeksplorasi jalan-jalan bisnis alternatif yang tidak monoton alias biasa-biasa saja.10 jurus yang Ippho tawarkan dalam buku ini menjadi semacam reminder bagi mereka yang mau dan sedang menjalani bisnis. Dengan cara bertutur yang sangat personal, bahasa yang renyah dibaca, nukilan-nukilan para maestro bisnis, Ippho menyajikan satu bacaan yang enak sekaligus kental gizinya. Banyak orang berbisnis dengan berbekal ragam teori. Tapi, tanpa kreativitas dari pebisnis, bisnisnya tidak bakal berkembang. Apalagi dunia kontemporer menyuguhkan kejutan-kejutan baru dan ketidakpastian. Oleh karenanya, diperlukan inovasi, kreativitas, dan terobosan-terobosan baru dalam memutar roda bisnis bila tidak ingin bisnisnya berakhir dengan kehancuran atau pailit.
Jurus pertama, memulai
dengan yang kanan. Ippho mengajak pembaca mengoptimalkan peran otak kanan.
Pakar psikologi Daniel Goleman hemisfer otak kanan merupakan otak emosional.
Ini terkait dengan kecerdasan emosional (EQ) dan dekat dengan daya intuitif,
kreatif, dan ekstensif. Sementara, otak kiri merupakan otak rasional yang
memuat daya analisis, kalkulasi, dan perincian. Mayoritas orang kuat otak
kirinya. Sementara, mereka yang kuat otak kanannya boleh dibilang minoritas.
Justru di dalam suatu yang tidak mengikuti arus besar (mainstream) inilah
‘kegilaan’ itu berada. Seorang pebisnis yang visioner berani menggunakan
intuisinya. Sering terjadi petunjuk-petunjuk bisnis di pasar tidak komplit.
Intuisi sangat berperan di sini. Selain itu, kreativitas menjadi penting. Guru
pemasaran Philip Kotler mengakui ampuhnya kreativitas dalam marketing
jeniusnya. Terakhir, satu kemampuan otak kanan adalah berpikir meluas. Seorang
pebisnis butuh gambaran meluas tentang bisnisnya, impiannya, dan visinya.
Jurus kedua, keberanian
memiliki impian dan mengeksekusinya dalam tindakan. Ippho memaparkan beberapa
teladan bisnis-bisnis maupun penemuan besar yang lahir dari sebuah impian.
Sebut saja Walt Disney dengan Disneyland, Einstein dengan Teori Relativitasnya,
Wright bersaudara dengan khayalan pesawat terbangnya. Tapi, impian akan tinggal
impian bila tidak ada aksi. Untuk itu, Ippho membuat rumusan DNA, dream
and action.
Jurus ketiga, terjun
seperti rollercoaster. Ippho
mengajak orang menyiasati kegagalan. Pebisnis tidak akan maju jika tidak berani
gagal. Kegagalan itu bumbu dalam bisnis. Donald Thrump dan Robert Kiyosaki
pernah pailit. Tapi, mereka cukup ‘keras kepala’ untuk meratapi kegagalan.
Layaknya rollercoaster, bisnis
mereka harus kembali naik.
Jurus keempat, berdamai
dengan badai. Sering kali orang menemukan kelemahan dalam bisnisnya dan ia
cenderung memilih meratapi ketimbang bangkit. John Foppe, seorang yang
dilahirkan dalam keadaan tidak berlengan mampu mengatasi kelemahannya. Ia mampu
mengendarai mobil pada usia 16 tahun. Kini, ia populer sebagai motivator
kawakan di Zig Ziglar Corporation. Kuncinya tak lain adalah passion.
Jurus kelima, duduk sama
rendah. Semangat kebersamaan dan kerjasama tim jadi penting dalam bisnis. Ippho
menyebutnya dengan team in love. Cinta (love)
di sini diurai berdasarkan opini Sigmund Freud yang membagi cinta dalam 4
unsur, yakni hormat (respect),
perhatian (care),
tanggung jawab (responsibility),
dan pengetahuan (knowledge).
Empat unsur ini penting dimiliki oleh seorang pebisnis.
Jurus keenam, gantilah
gelar dan jabatan. Personal branding sangat penting dalam membuka relasi
bisnis. Caranya bisa sangat nyentrik. Ippho memberi tips cara gila membuat
gelar. Termasuk cara gila memanfaatkan dan menebar kartu nama untuk membangun
jejaring bisnis. Tom Peters berpendapat kartu nama itu tak ubahnya seperti
kemasan. Sedikit banyak dapat menentukan apakah produk layak dipercaya atau
tidak. Satu lagi, Ippho mengajak bagaimana secara gila menyapa pelanggan agar
bisa ‘terbuai’ pada tujuan bisnis kita.
Jurus ketujuh, masuk surga
paling dulu. Dengan judul lucu ini, Ippho mau mengajak orang bermental
pengusaha maupun pemimpin. Seorang pengusaha akan membuka peluang kerja.
Seorang pemimpin yang bijak akan menciptakan pemimpin di bawahnya. Dengan
begitu, pondasi bisnis akan semakin kokoh. Ippho juga menawarkan satu cara gila
bagaimana pembeli bisa mengejar-ngejar penjual. Sebuah cara gila yang membuat
rejeki datang menghampiri kita dan bukan kita yang susah payah mencari rejeki.
Jurus kedelapan,
membiarkan kudeta. Dalam jurus ini, Ippho memberi cara gila membuat merek punya
nilai komersial. Bahkan, pada taraf tertentu, membiarkan konsumen sendirilah
yang ‘membajak’ merek tersebut. Menyitir gagasan kontroversial Alex Wipperfurth
dalam Brand Hijack: Marketing without
Marketing. Baginya, merek adalah kanvas kosong. Konsumen dibiarkan
mewarnainya. Bahkan, ‘membajak’ merek tersebut (brand hijack). Aplikasinya, bagaiman para
pelanggan loyal membentuk sebuah komunitas merek dan mereka merekrut semakin
banyak anggota lagi.
Jurus kesembilan, mewaspadai
zaman Edan. Ippho menekankan pentingnya pandangan positif pada zaman yang
berubah dengan cepat. Ia menangkap ada 5 tren bisnis kontemporer, yaknipursuit spirituality, social marketing, people
power, pursuit of simplicity, dan positivity
insurection. Pada saat ini, pebisnis pun mulai menggali
inspirasi bisnis dari sumber-sumber spiritual. Pebisnis juga mulai
memperhatikan isu-isu ekologi dan sosial kemasyarakatan dalam kebijakan
bisnisnya. Konsumen punya daya pengaruh kuat. Konsumen menginginkan produk-produk
yang mengusung kepraktisan. Para pebisnis mulai berfokus pada apa yang bisa
dikendalikan di tengah dunia serba krisis ini.
Jurus kesepuluh, mati
dengan tenang. Bisnis tidak hanya perkara mengeruk keuntungan. Ippho mengajak
pebisnis untuk membuka diri pada kepedulian sosial dengan passion dan compassion. Intinya,
bagaimana para pebisnis juga memerhatikan etika dalam bisnis. Berbisnis dengan
hati (conscience)
sekaligus berbisnis dengan hati-hati (cautiousness).
Nah, ide-ide yang tersebar
di buku Ippho ini mungkin boleh dibilang tidak baru. Tapi, satu kelebihan Ippho
adalah mampu menyajikan ide-ide kreatif dan bahkan kontroversial dalam satu
lanskap yang memudahkan pembaca mampu membaca ide-ide itu dalam satu rangkaian
utuh. Apalagi Ippho mampu memberi contoh kasus yang kontekstual dengan
persoalan lokal. Gaya penuturan yang amat personal membuat pembaca seperti
berbincang-bincang dengan Ippho sendiri. Bagi pebisnis, buku ini seperti sebuah
‘camilan’ bergizi yang layak dikonsumsi. Renyah dan menyehatkan.
Sigit Kurniawan adalah seorang
redaktur Majalah Marketing dan pengasuh Meja Baca, sebuah
weblog penggiat budaya membaca.
Sumber :
Resensi Buku 10 Jurus Terlarang (Kok Masih Mau Bisnis Cara
Biasa?)
Pengarang : Ippho Santosa
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tahun : 2007
Tebal : xii + 145
Pengarang : Ippho Santosa
Penerbit : Elex Media Komputindo
Tahun : 2007
Tebal : xii + 145
Oleh : Sigit Kurniawan
http://mukhlisukses.wordpress.com/2008/04/26/cara-gila-menjadi-pengusaha/
http://mukhlisukses.wordpress.com/2008/04/26/cara-gila-menjadi-pengusaha/
0 komentar:
Posting Komentar